Pengajuan Nikah Dibawah Umur, Agar Dikesampingkan
Masih banyaknya pernikahan dibawah umur menjadi catatan bersama untuk melakukan sosialisasi. Salah satunya TP PKK Kabupaten Purworejo melibatkan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Purworejo dan Dinas Kesehatan (Dinkes) mengadakan kegiatan sosialisasi “Jo Kawin Bocah” yang berlangsung di kantor PKK Kabupaten Purworejo.
Dalam sosialisasi terungkap tentang tidak diperbolehkan menikahkan pasangan dibawah umur. Seperti disampaikan narasumber Kemenag H.Fatchur Rochman MpdI yang mengatakan, pernikahan anak usia dibawah umur, masih terjadi di Kabupaten Purworejo. Kita tekankan pada para penyuluhnya untuk bisa memberikan penyuluhan, memberikan informasi kepada masyarakat agar terkait dengan pernikahan jangan terlalu muda, harus betul-betul sudah matang.
Melalui kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kata Fatchur, kita tekankan kalau ada yang menikah usianya dibawah umur 19 tahun, agar dikesampingkan.” Di Pengadilan Agama kami juga koordinasi dengan ketua PA-nya, kalau ada yang menikah di bawah usia yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Agama atau undang-undang, mohon untuk tidak diterima. Kecuali kalau ada unsur yang harus menikah, misalnya hamil dulu,” paparnya .
Menurutnya, pernikahan dini tidak dianjurkan dalam aturan negara. Undang-undang juga sudah menyebutkan bahwa minimal usia pernikahan itu 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Jadi di dalam UU No.16/2019 pasal 7 ayat 1, bahwa perkawinan itu diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
Kegiatan tersebut, dibuka Ketua TP PKK Kabupaten Purworejo Fatimah Verena Prihastyari Agus Bastian SE yang mengapresiasi sosialisasi jo kawin bocah. Program itu digagas pemerintah Provinsi Jateng dalam rangka mengurangi angka perkawinan anak. Perkawinan anak perlu dicegah karena mengganggu kesehatan anak, baik secara fisik maupun psikis, mengganggu tumbuh kembang anak, serta jika terjadi kehamilan akan meningkatkan resiko termasuk resiko bayi lahir berkondisi stunting, dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan juga terhambat.
Berdasarkan temuan data Susenas tahun 2018 mengenai kelompok rentan yang paling berisiko mengalami perkawinan anak, antara lain dari segi keluarga (keluarga miskin, pendidikan rendah, masyarakat perdesaan); dari segi anak (kelompok remaja, pengasuhan tunggal/alternative dan kelompok rentan lainnya).
Berdasar data di Kabupaten Purworejo tercatat 2019 terdapat 137 kasus pernikahan anak. Angka ini bahkan naik menjadi 360 di tahun 2020 dan tahun 2021 menjadi 279. Sedang tahun 2022 rentang 1 hingga 28 Januari sudah terdapat 23 kasus pernikahan anak. “Saya berharap kader PKK terus melakukan sosialisasi dan pendekatan. Sebab hal itu tak lepas dari peran PKK yang memungkinkan bisa masuk ke rumah warga, melalui kader Dasa Wisma,” harap Fatimah Bastian.
Sementara itu narasumber Dinkes Endah Setyaningsih SsiT mengatakan, bahwa hasil survei dari katadata.go.id, selama pandemi pernikahan anak meningkat. Yakni 34 ribu permohonan dispensasi nikah dan 97 persennya disetujui. Dari segi kesehatan, perempuan dan laki-laki punya masa reproduksi. Kalau laki-laki sepanjang hidupnya bisa bereproduksi. Tapi kalau perempuan ada masa reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun. Jadi boleh nikah, tapi hamilnya nanti kalau sudah 20 tahun.
Dijelaskan, dampak pernikahan di usia muda terutama bagi perempuan organ reproduksinya belum siap. Istilah buahnya belum matang, kalau berhubungan seksual itu resikonya bisa terkena kanker rahim dan penyakit menular seksual. Salah satunya HIV Aids, juga dapat meningkatkan kesakitan dan kematian Ibu dan anak, serta stunting.
Secara fisik lanjut Endah, seseorang harus menikah di usia reproduksi yang sehat pada 20-35 tahun. Karena di usia lebih dari 35 tahun juga sudah harus dipikirkan untuk tidak hamil lagi. Selain itu, mentalnya juga disiapkan, kalau sudah lebih dari 19 tahun biasanya cara mencari dan menyelesaikan masalahnya juga akan berbeda dengan usia dibawahnya.